Pemerintah Hati-Hati Tetapkan Kebijakan Tarif Cukai Rokok
Jakarta - Pemerintah sangat berhati-hati dalam menetapkan kebijakan terhadap tarif cukai rokok agar tidak menganggu kesejahteraan petani tembakau.
“Kami tidak tidur, tidak tinggal diam melihat situasi perekonomian saat ini. Memang saat ini 90% porsi penerimaan negara bertumpuk pada pajak dan cukai, termasuk cukai hasil tembakau,” kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto pada akhir pekan,
Menurut dia, Pemerintah memiliki pertimbangan khusus sebelum memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau.
“Semua faktor dipertimbangkan matang-matang. Dalam menentukan kebijakan tarif cukai hasil tembakau pemerintah mempertimbangkan beberapa faktor seperti faktor kesehatan, industri dan tenaga kerja, pengawasan serta penerimaan yang perlu dilihat secara seimbang dan komprehensif,” paparnya.
Lebih lanjut, setiap perumusan kebijakan tarif CHT, pemerintah memerhatikan aspek-aspek yang dikenal dengan empat pilar kebijakan yaitu aspek kesehatan melalui pengendalian konsumsi, aspek keberlangsungan industri, aspek penerimaan negara, dan aspek pengendalian rokok ilegal.
"Hasil dari pengenaan cukai tembakau tentu akan dikembalikan lagi kepada masyarakat termasuk petani tembakau di Temanggung di antaranya lewat Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang direalisasikan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai, pelatihan petani dan pekerja, subsidi harga, sampai pembangunan sarana dan prasarana daerah. Pengenaan tarif cukai hasil tembakau telah disesuaikan dengan porsi per daerah di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah menetapkan target penerimaan cukai sebesar Rp 245,4 triliun pada rancangan anggaran pendapatan dan belanja (RAPBN) tahun 2023 atau naik 11,6%. Salah satu caranya, yaitu dengan penyesuaian tarif cukai rokok.
Hal ini terungkap dalam Buku Nota Keuangan beserta RAPBN 2023. Dijelaskan optimalisasi penerimaan cukai akan dilakukan antara lain melalui intensifikasi dan ekstensifikasi cukai dalam rangka mendukung implementasi UU HPP.
Sedangkan Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung Siyamin mengatakan, kebijakan pemerintah terkait rencana kenaikan target tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2023 sangat memberatkan petani tembakau.
“Kebijakan tersebut menbuat petani tembakau, khususnya di Temanggung sangat kritis. Apalagi, harga tembakau saat ini anjlok ke angka Rp60.000 per kilogram,” tuturnya.
Siyamin mengungkapkan, petani tembakau di Temanggung saat ini statusnya setengah mati.
“Harapan kami, pemerintah bisa mengakomodir suara petani sebelum penentuan kebijakan cukai hasil tembakau. Jangan dulu naikkan cukai, beri kami kesempatan untuk pulih," ujarnya.
Dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM), lanjut Siyamin, membuat petani tembakau semakin tercekik. Apalagi dengan beban biaya hidup dan kebutuhan yang melonjak tentu memberatkan masyarakat, termasuk petani tembakau.
“Tantangan lain yang dihadapi petani tembakau di Temanggung adalah proses panen yang terhambat oleh perubahan iklim yang mempengaruhi kualitas tanaman tembakau pada musim ini. Yang bikin petani tembakau makin menangis adalah pencabutan subsidi, ketika subsidi dicabut, seharusnya diberi solusi. Semakin sulit situasi yang kami alami dan kondisi ini membuat para petani tembakau terpukul,” tegasnya.