Februari 2021, Bunga Acuan BI Turun 3,5 Persen


Bank Indonesia-1
 

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) dari 3,75 persen menjadi 3,5 persen pada Februari 2021.

Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing turun 25 bps menjadi 2,75 persen dan 4,25 persen.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 17-18 Februari 2021 memutuskan untuk menurunkan BI 7DRR sebesar 25 bps menjadi 3,5 persen," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, pada acara konferensi pers hasil RDG BI periode Februari 2021 secara virtual, Kamis (18/2).

Menurut Perry, keputusan penurunan suku bunga acuan pada bulan ini mempertimbangkan kondisi ekonomi dan keuangan global dan nasional. Dari global, ia mengatakan pemulihan ekonomi diperkirakan semakin membaik karena vaksinasi di berbagai negara.

"Pemulihan di negara maju ditopang oleh Amerika Serikat, sedangkan di negara berkembang di China dan India," paparnya.

Selain itu, indikator ekonomi di berbagai negara juga membaik, misalnya indeks PMI dan ritel yang membaik di AS, China, dan India. Hal ini membuat ekonomi global diperkirakan bisa naik dari proyeksi awal 5 persen menjadi 5,1 persen pada tahun ini.

Indikasi lain, ekspor membaik di berbagai negara, termasuk Indonesia. Lalu, pasar keuangan mulai berkurang ketidakpastiannya dan kebijakan moneter yang longgar masih berlanjut, sehingga menguatkan mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia.

Dari dalam negeri, pertimbangan muncul dari program vaksinasi nasional. Selain itu, keputusan juga mempertimbangkan masih lemahnya konsumsi swasta dan mobilitas masyarakat.

Bank sentral nasional memandang hal ini membuat ekonomi Indonesia memang masih terkontraksi pada kuartal IV lalu, tapi sinyal pemulihan tetap berlanjut. Salah satunya terlihat dari kinerja ekspor sawit, batu bara, dan manufaktur, seperti kimia organik, kendaraan bermotor, dan alas kaki.

Kondisi ini membuat bank sentral menurunkan proyeksi laju ekonomi Indonesia pada 2021. Semula proyeksinya 4,8 persen sampai 5,8 persen, kini menjadi 4,3 persen sampai 5,3 persen.

Kendati begitu, Perry mengatakan aliran modal asing tetap masuk ke dalam negeri. Tercatat, net capital inflow mencapai US$8,5 miliar dari 1 Januari sampai 16 Februari 2021.

Sementara cadangan devisa masih tercatat US$138 miliar atau setara pembiayaan 10,5 bulan impor pada bulan lalu. Hal ini membuat BI tak mengubah proyeksi Defisit Transaksi Berjalan (Current Account Deficit/CAD) sebesar 1 persen sampai 2 persen dari PDB pada 2021.

Selanjutnya, nilai tukar rupiah tercatat menguat 0,22 persen secara rerata dan 0,07 persen secara point-to-point pada Februari dari Januari lalu.

"Ini terjadi karena penurunan ketidakpastian global dan membaiknya prospek ekonomi domestik," ujar Perry.

BI memandang penguatan rupiah akan berlanjut karena level masih undervalue. Hal ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi rendah dan terkendali, daya tarik aset domestik yang tinggi, dan premi risiko yang menurun, serta likuiditas global yang besar.

Untuk inflasi, BI melihat lajunya masih akan rendah pada tahun ini dengan target sebesar 3 persen plus minus 1 persen.

"Ini mempertimbangkan dampak inflasi dari nilai tukar rupiah yang menurun," tutur Perry.

Tidak hanya sisi makro, BI juga mempertimbangkan berbagai indikator keuangan nasional. Khususnya, terkait likuiditas yang masih besar.

Kondisi ini didukung oleh suntikan likuiditas melalui pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE) dari BI mencapai Rp750,38 triliun atau 4,86 persen dari PDB.

"Ini salah satu yang terbesar di emerging market," tegasnya.

Suntikan juga berupa pembelian Surat Berharga Negara (SBN) untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp40,77 triliun pada periode 1 Januari sampai 16 Februari 2021.

Lebih lanjut, likuiditas longgar juga tercermin dari rasio Alat Liquid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 31,64 persen. Kemudian, pertumbuhan DPK mencapai 10,57 persen pada periode yang sama.

Lalu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) bank sebesar 23,81 persen. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) sebesar 3,06 persen (gross) atau 0,98 persen (net).

BI turut mencatat rata-rata suku bunga PUAB 3,04 persen, suku bunga deposito 4,27 persen, dan kredit modal kerja 9,7 persen.

Sementara pertumbuhan kredit bank terkontraksi 1,92 persen. Kondisi ini membuat BI merevisi target pertumbuhan kredit untuk tahun ini dari 7 persen sampai 9 persen menjadi 5 persen hingga 7 persen.



Berita Populer


ASEANFLAG