Ingin Berinvestasi Saham, Cermati Indikator Ini


Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat menyatakan, para investor masih berpeluang berinvestasi saham dan surat berharga negara asalkan mencermati indikator yang ada.

Rinciannya adalah pertumbuhan M1 (uang kartal plus giral) yang mencerminkan daya beli terkait dengan percepatan realisasi stimulus. Kemudian, apakah investor asing kembali masuk kedalam SBN, serta apakah terlihat indikasi penyaluran kredit.
 
“Indikator pertama terus membaik yang ditopang oleh percepatan penyaluran dana bantuan sosial. Sementara indikator kedua naik secara gradual yang menghalangi penguatan rupiah. Sayangnya, indikator ketiga masih menunjukkan perlambatan. Padahal indikator ini yang paling penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan menopang cuan saham,” ungkap Budi Hikmat dalam siaran pers, Rabu (30/9).
 
Ia berharap pemerintah terus memacu realisasi stimulus pos dukungan kesehatan, insentif usaha UMKM, dan penjaminan kredit hingga akhir tahun.

“Secara statisitik setiap Desember umumnya selalu hijau. Bursa saham kemungkinan akan bergerak turun naik pada interval tertentu (side-ways) akibat faktor eksternal. Saat ini, investor mengantisipasi sekira ada kerusuhan dalam pelaksanaan Pilpres Amerika Serikat,” paparnya.
 
Bagi investor awam yang tidak tahan volatilitas, Budi menyarankan tetap bersikap defensif dengan berinvestasi pada reksadana pasar uang dan SBN. Sementara bagi investor yang ahli, diimbau mencadangkan uang tunai sebagai antisipasi digunakan selektif memilih saham yang valuasinya murah.
 
Berbeda dengan sejumlah ekonom yang memproyeksikan pemulihan ekonomi mengikuti pola huruf U, Z, L atau W, Budi menyakini berpola huruf K.

“Investor global menyakini profil dunia paska pandemi Covid-19 berubah drastis. Hal ini terlihat pada saham sektor teknologi informasi dan digital services seperti Apple, Amazon, Microsoft, Nvidia, PayPal dan Netflix meroket sebagai pemenang. Sementara, saham perminyakan Exxon Oil, keuangan JP Morgan Chase dan Wells Fargo serta penerbangan Boeing terjerembab sebagai pecundang. Perbedaan kinerja tajam ini mirip seperti huruf K. Hal yang sama bisa terjadi di Indonesia dengan sejumlah keunikan,” urainya.
 
Ditambahkannya, ketika terjadi PSBB lanjutan, lini bisnis utama saham telekomunikasi nasional yang masih ditopang percakapan suara dan SMS menurun. Saham sektor konsumsi bisa diuntungkan oleh percepatan pencairan dana bansos.

Saham perbankan diuntungkan setelah menekan bunga deposito dan menempatkan kelebihan likuiditas yang tidak dapat disalurkan sebagai kredit dalam SBN, sehingga kepemilikan mereka melebihi investor asing. Sementara, prospek saham CPO ditopang apabila perekonomian China terus menunjukkan penguatan.
 
Ia menilai, pelemahan rupiah saat ini berlebihan dan berharap bisa menguat hingga akhir tahun. Arus masuk modal asing tetap diharapkan mengingat suku bunga di luar negeri terendah dalam sejarah sebagai dampak stimulus masif berbagai bank sentral.



Berita Populer


ASEANFLAG